Tidak mencalonkan kembali untuk menjadi anggota DPRD pada pemilihan umum 2014 merupakan keputusan yang telah saya dipertimbangkan secara seksama.
Keputusan untuk tidak mencalonkan diri kembali pada pemilu 2014 dilandasi oleh beberapa pemikiran dan pengalaman-pengalaman nyata pada masa kerja bakti sebagai anggota DPRD Jakarta terpilih dari Partai PAN.
Pemikiran dan pengalaman pengalaman yang saya alami dimana saya mengambil keputusan untuk tidak mencalonkan pada pemilu 2014 dilandasi oleh argumentasi:
Faktor Internal
Setiap kader partai politik akan menghadapi situasi yang sangat dilematis dalam menyikapi suatu keputusan politik yang berbeda: Apa yang menjadi keputusan kebijakan politik partainya, atau mengedepankan terpenuhinya mandat dan aspirasi kemauan dari masyarakat yang mengunakan hak suara pilihnya untuk memilih kader partai tersebut sebagai bentuk manifestasi perwakilan rakyat sebagaimana apa yang menjadi mandat dan amanat dari konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
Bagaimana kalau keputusan kebijakan politik tidak merefleksikan mandat, aspirasi dari apa dari apa yang hak-hak dasar rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dari negara yang mengaplikasikan suatu sistem negara demokrasi?
Bukankah sistem ideal negara dalam melaksanakan demokrasi pada praktik terbaiknya dapat di indikasikan pada pemenuhan hak-hak dasar dari rakyat yang memilih perwakilannya dari kader terbaik dari semua partai politik? Apakah dalam ini wakil rakyat yang dipilih oleh konstituennya harus lebih mementingkan dan mematuhi keputusan politik dari partainya atau lebih mengedepankan terpenuhinya esensi hakikat UUD 45, Bab I Bentuk Kedaulatan, ayat 2: Kekuasaan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar.
Poling-poling opini yang telah disampaikan secara ilmiah oleh berbagai sumber media massa cetak, elektronik, seminar publik menyampaikan fakta yang sama pada satu kesimpulan konkret bahwa makin menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja partai politik dalam memperjuangkan berbagai kepentingan rakyat sesuai dengan tujuan utama agenda pembangunan nasional, yaitu meningkatkan dan memenuhi kebutuhan kesejahteraan rakyat.
Wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat seharusnya bertanggung jawab terhadap para konstituen yang memilih perwakilan mereka di parlemen. Namun kenyataannya partai politik yang menentukan dan memutuskan apa yang akan menjadi tanggung jawab dalam memenuhi mandat dan aspirasi rakyat.
Makna representasi pada sistem demokrasi yang telah dilaksanakan pada era reformasi ini merupakan salah satu isu krusial yang perlu mendapatkan perhatian secara konsisten dalam menyikapi situasi yang dianggap oleh masyarakat pada umumnya sudah pada tingkat urgensi.
Fakta tantangan salah satu kendala dalam mencapai hakikat negara demokrasi perlu segera disikapi dan mendapat perhatian serius dari tokoh masyarakat, partai politik serta instrumen elemen penentu agen perubahan sosial. Agen perubahan sosial ini dapat berperan memperjuangkan secara aktif dan kolektif dengan meredefinisikan makna representasi dalam sistem negara demokrasi ini.
Instrumen elemen agen perubahan sosial ini terdiri dari organisasi-organisasi LSM yang memperjuangkan terpenuhinya hak-hak dasar politik, sosial dan ekonomi masyarakat melalui medium teknologi dan informasi (facebook, twitter, polling, petisi dalam situs) dengan menyuarakan apa yang menjadi keluhan-keluhan dari tuntutan konstitutional akan kebutuhan hak-hak dasar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi sesuai dengan apa yang menjadi harapan kita bersama.
Dengan peran perjuangan aktif, persistensi dan kolektifitas berbagai kalangan komponen masyarakat, maka aplikasi dan praktik terbaik dari sistem negara berdemokrasi dapat terealisasi sebagaimana mestinya, bukan hanya sekadar retorika politik yang menyebabkan adanya konstruksi pemikiran politik elitis yang hanya akan memperkuat pemusatan kekuasaan partai politik, eksekutif serta yudikatif.
Apabila pemusatan kekuasaan partai politik/legislatif, eksekutif, serta yudikatif di negara ini terjadi, dampak konsekwensi dari pemusatan ketiga kekuasaan ini akan mengakibatkan kegagalan dari suatu negara demokrasi atau failed state, oleh karena tidak adanya kekuatan yang seharusnya pada aplikasi praktik idealnya menyeimbangi kekuatan apabila terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power atau dari salah satu kekuatan ketiga instrumen negara tersebut (Legislatif, Eksekutif, Yudikatif).
Faktor Eksternal
Kepekaan akan perubahan dari para eksekutor atau pelaksana kebijakan terhadap program-program yang telah disusun, disepakati serta dievaluasi bersama-sama pada agenda rapat kerja oleh pihak legislatif pada tingkat pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi komitmen dan harapan dari tuntutan kebutuhan prioritas masyarakat.
Pada tingkat pelaksanaan program-program yang telah disepakati dan menjadi komitmen bersama tersebut tidak berjalan dengan efektif karena banyak terjadinya tumpang tindih dari perspektif penyusunan peraturan daerah maupun pada tatanan pelaksanaan oleh pihak eksekutif, hal ini berdampal pada faktor penyerapan anggaran yang akhirnya banyak yang tidak tepat sasaran dengan tujuan penyusuan pencapaian program-program dan anggaran yang telah dialokasikan tidak terserap secara efisien.
Bukan Suatu Akhir Perjuangan
Tidak mencalonkan kembali pada pemilu 2014 nanti yang disebabkan oleh pemikiran dan pengalaman sebagai anggota representasi/perwakilan terpilih dari Partai PAN pada periode 2009-2014 bukan merupakan sikap penyerahan diri dari perjuangan kiprah perjuangan politik dalam memperjuangkan apa yang merupakan prinsip perjuangan pemenuhan makna representasi perwakilan rakyat pada hakikatnya.
Kontestasi perjuangan politik bukan hanya dapat dilakukan melalui perjuangan dari partai politik saja akan tetapi banyak medan kontestasi lain yang akan menjadi bentuk konsistensi komitmen perjuangan politik saya dalam memperjuangkan apa yang menjadi amanah dan kehormatan yang telah diberikan oleh konstituen/masyarakat kepada saya selama ini untuk menjadi perwakilan/representasi dalam memperjuangkan mandat, dan aspirasi hak-hak dasar konstituen atau masyarakat yang memberikan hak pilih mereka kepada saya.
Sebagai penutup dari testimonial pernyataan penjelasaan saya ini, saya menghimbau diri saya agar kita bersama-sama dapat berdampingan untuk tetap memperjuangkan apa yang telah menjadi hak-hak konstitutional kita. Melihat adanya tren pola perubahan dari setiap pilkada dengan adanya calon independen merupakan suatu titik cerah akan adanya perubahan paradigma dari makna perwakilan/representasi yang dapat mempertanggung jawabkan mandat dan mengedepankan pencapaian kepentingan aspirasi dari masyarakat yang mengunakan hak pilihnya agar aspirasi dan tuntutan kebutuhan hak dasar mereka dapat terpenuhi sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh konstitusi tertinggi negara UUD 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar